Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Kerjasama Perdagangan Internasional Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Untuk 6 Rencana Ratifikasi — Komisi 6 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)

Tanggal Rapat: 24 Oct 2018, Ditulis Tanggal: 6 Jul 2020,
Komisi/AKD: Komisi 6 , Mitra Kerja: Pakar Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)

Pada 24 Oktober 2018, Komisi 6 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengenai Kerjasama Perdagangan Internasional Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Untuk 6 Rencana Ratifikasi. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Azam Azman dari Fraksi Demokrat dapil Jawa Timur 3 pada pukul 13:43 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi : kajianpustaka.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Pakar Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)
  • Penyebab neraca perdagangan Indonesia defisit salah satunya adalah karena ada permasalahan di komoditas ekspor.
  • Bahan baku industri makanan sudah 60-70 % impor, sedangkan Indonesia merupakan negara agraris yang seharusnya bisa menyediakan bahan pangan.
  • Konstribusi ekspor terhadap Gross Domestic Product (GDP) hanya lebih tinggi dari negara India, bahkan negara Vietnam saja konstribusi ekspornya terhadap Gross Domestic Product (GDP) sudah mencapai 93%.
  • Porsi impor Indonesia dari China sudah mendekati angka 27%-28 %. Angka tersebut sangat jauh dibandingkan dengan impor Indonesia terhadap negara ASEAN.
  • Indonesia menjual komoditas dan membeli lagi dilihat dari angka agregat. Dengan China sudah tidak defisit, tetapi angkanya mencapai 27,28%.
  • Suatu negara harus memiliki basis produksi yang besar, lalu negara tersebut dapat meningkatkan perjanjian di bidang kerja sama perdagangan.
  • Hampir tidak ada hambatan-hambatan yang sifatnya tarif, tetapi jika melihat tabel tidak ada satu negara yang lugu seperti Indonesia.
  • Komoditas yang dikenakan non tarif tidak mengalami dampak penurunan impornya, yang tidak terkena dampak justru malah yang tidak tersentuh tarif.
  • Tingginya impor barang konsumsi Indonesia dimungkinkan terjadi akibat minimnya hambatan non tarif yg diterapkan Indonesia yang semakin liberal dan pasar semakin terbuka.
  • Neraca perdagangan Indonesia dengan Australia selalu defisit disebabkan oleh sektor non migas. Indonesia sidah defisit 1,9 Juta USD.
  • Sulitnya suatu produk Indonesia masuk ke pasar ekspor disebabkan adanya hambatan non tarif di negara lain.
  • Sementara di bidang migas, neraca perdangan Indonesia-Australia mengalami surplus.
  • Terkait daging dan susu, harga impor susu jauh sekali lebih kompetitif dari biaya produksi yang dihasilkan oleh peternak termasuk daging karena lebih spesifik.
  • Hampir 80% susu di Indonesia itu impor.
  • Indonesia harus menentukan target target untuk komoditas.
  • Selain Pemerintah meng-hidden agenda pengendalian impor, Pemerintah juga harus memfasikitasi produk eskpor unggulan karena masih sulit mencari pasar turunan sawit.
  • Indonesia mendapatkan kinerja perdagangan yang lebih buruk, sehingga perlu ada perubahan pola kerja sama.
  • Kompetitor terbesar sebenarnya adalah negara sendiri. Oleh sebab itu, Pemerintah harus segara meratifikasi perjanjian.
  • Indonesia dan India melakukan kerja sama di bidang jasa.
  • Komitmen Indonesia di sektor jasa Bisnis, jasa telekomunikasi, jasa Pendidikan dan jasa keuangan.
  • Indonesia perlu memperhatikan sektor-sektor jasa yang defisit.
  • Untuk kerja sama Indonesia-Korea, hal yang diubah hanya mengenai administrasi dan fasilitasi perdagangan, tidak ada perubahan struktur tarif. Tujuanya agar harga-harga yang diperdagangkan dan biaya transaksi dapat lebih efisien.
  • Data neraca perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan sudah kembali suplus. Tahun 2014-2015 defisit, mulai tahun 2017-2018 sudah surplus. Namun, untuk yang non migas masih defiisit.
  • Persoalan pertama menurut adalah masih adanya produk non migas yang belum mendapat fasilitas memadai.
  • Produk-produk non migas sepatutnya difasilitasi oleh negara. Sehingga, langkah tersebut dapat memangkas defisit neraca perdagangan dengan Korea.
  • Untuk bisang manufaktur, Semakin administrasi dan fasilitasi perdaganya dipermudah, Indonesia akan semakin sulit mengejar daya saing karena salah satu yang membuat defisit neraca perdagangan Indonesia dengan Korea adalah kurangnya daya saing.
  • Tidak selalu hal-hal yang menyebabkan efisiensi itu menguntungkan.
  • Hal lain yang menyebabkan terjadinya defisit perdagangan Indonesia dengan Korea adalah Indonesia masih belum mampu mengefisienkan penggunaan produk.
  • Hampir semua barang yang masuk ke pasar Tiongkok melalui skema ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA).
  • Khusus untuk China, perlu ada kekhususan dan kehati-hatian karena jika terjadi defisit akan sangat memengaruhi keadaan Indonesia.
  • Cara mengurangi impor salah satunya dengan fasilitas Sertifikat Keteragan Asal/Certificate of Origin (SKA). Jika ini mempermudah, maka akan kontraproduktif dan semakin defisit di neraca dagang Indonesia dengan China.
  • Yang selalu mengkhawatirkan ekonomi Asean adalah bebas pedagangan barang dan jasa.
  • Hal yang terpenting adalah bagaimana Indonesia dapat memetakan potensi kemampuan Indonesia dari 97 sektor sub jasa yang ada.
  • Komitmen Indonesia dalam Framework Agreement in Services (AFAS) adalah adanya 97 subsektor jasa dengan peningkatan 11 subsektor.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan