Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penyelesaian Permasalahan Antara APBMI dan BUP/PT Pelindo I, II, III dan IV (Persero) - Komisi 5 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI)

Tanggal Rapat: 29 Jan 2020, Ditulis Tanggal: 12 Mar 2020,
Komisi/AKD: Komisi 5 , Mitra Kerja: Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI)

Pada 29 Januari 2020, Komisi 5 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) mengenai Penyelesaian Permasalahan Antara APBMI dan BUP/PT Pelindo I, II, III dan IV (Persero). RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Ridwan Bae Fraksi Golkar dapil Sulawesi Utara pada pukul 10:10 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI)
  • Permen Kemenhub No.152 membuat anggota tergusur dari usahanya. Sudah lalu bertemu Komisi 5 DPR RI, tetap belum ada feedback. Sekitar 4 juta orang bekerja di APBMI dengan kegiatan bongkar muat. UU No.17 perusahaan bongkar muat dilaksanakan oleh PBM & angkutan perairan.
  • PBM tidak boleh melakukan ke-agen-an. Di tahun 2016 keluar Permen 152 bongkar muat dilaksanakan PBM, angkutan perairan & BUP (PT. Pelindo). BUP yang melakukan diatur dalam Permen tersendiri, sampai saat ini aturannya belum keluar & sekarang bertentangan dengan UU.
  • PT. Pelindo membuat anak-anak perusahaan. Sehingga PBMI tidak bisa bersaing, banyak perusahaan PBMI yang collapsed. Karena Pelindo memonopoli aktivitas pelabuhan. Apa salahnya Pelindo bekerja seperti dulu, sebelum ada Permen 152. Sebaiknya pemerintah mengajak APBMI u/ tindaklanjut.
  • Adanya Permen 152, PBM kecil tidak bisa bersaing. Pelindo tidak perlu membayar fasilitas, sementara PBM harus membayar tarif.
  • Untuk investasi APBMI sanggup, tapi tidak diberikan kesempatan. Pelindo punya fasilitas, sehingga dapat menjalankan sendiri. Sejak 1985 PBM yang bekerja, tapi sejak 2016 diambil alih Pelindo & anak perusahaannya.
  • Peralatan PBM punya, dermaga & seaway dikuasai Pelindo. Tetapi PBM tidak diberi kesempatan kerja. Selain melakukan bongkar muat, PBM juga mencari stock pile. Sebenarnya pemilik barang menunjuk PBM, tidak bisa karena kebijakan yang dibuat.
  • Jika tentang tarif, harusnya dibuat kesepakatan agar biaya terjangkau semua pihak. Jika secara kemampuan, APBMI sanggup. Tapi jika soal biaya & fasilitas, kami tidak sanggup.
  • APBMI minta Pelindo kembali ke habitatnya, sudah 11 jasa pelabuhan yang diambil alih. Komisaris BUMN banyak yang dari Kemenhub. Data tahun 2019 di Pelabuhan Teluk Bayur, 713 kapal dikerjakan Pelindo, 28 PBM mati. Jika dibiarkan PBM swasta akan mati di tahun 2020.
  • Pelindo dengan Semen Padang melakukan kontrak, jika melakukan bongkar muat dengan Pelindo tarifnya lebih murah.
  • Persaingan tidak sehat karena tarif, yang harus sharing dengan Pelindo. Kedua, di beberapa pelabuhan kapal diwajibkan menggunakan crane Pelindo. Ketiga, kapal yang menunggu giliran biayanya mahal karena berhari-hari. Jika memakai Pelindo, bisa hanya 2-3 hari.
  • Di terminal curah kering, jika ada sistem conveyer tidak apa Pelindo yang mengerjakan. Tetapi kalau tidak ada, biarkan APBMI yang mengerjakan. Anggota PBM sudah bersertifikasi.
  • Pelindo telah melangkahi Perda di Labuan Bajo, ada pengalihan pelabuhan. Pelabuhan penumpang tumpang tindih dengan pelabuhan barang. PM 152 merupakan tindakan kecurangan negara.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan