Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Usulan Skema PPNBM Kendaraan Bermotor – Rapat Kerja (Raker) Komisi 11 dengan Menteri Keuangan

Tanggal Rapat: 11 Mar 2019, Ditulis Tanggal: 11 Apr 2019,
Komisi/AKD: Komisi 11 , Mitra Kerja: Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian

Pada 11 Maret 2019, Komisi 11 DPR-RI melaksanakan Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan tentang Usulan Skema PPNBM Kendaraan Bermotor. Rapat dipimpin oleh Melchias Marcus Mekeng dari Fraksi Golkar Dapi Nusa Tenggara Timur 1.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian

Menteri Keuangan:

  • Sebagai latar belakang untuk rapat konsultasi ini, kami sampaikan Menperin menyampaikan usulan kepada MenKeu (11/9/2018). Menanggapi surat tersebut, dilakukan pembahasan intensif sepanjang 2017-2018. Dalam perkembangannya, Memperin menyampaikan beberapa usulan.
  • Perubahan pengelompokkan barang yang dikenakan PPnBM perlu berkonsultasi dengan DPR. Kami menyampaikan surat kepada DPR untuk melakukan konsultasi dan diusulkan adanya perubahan PPnBM untuk kendaraan beroda empat dan ini perlu konsultasi dengan DPR sesuai amanah UU 42 Tahun 2009.
  • Untuk usulan perubahan, tidak berdasarkan mesin namun pada polusi dan emisi yang dikeluarkan.
  • Penjelasan Pasal 8 ayat 3; Pengelompokkan barang yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan setelah berkonsultasi dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Raykat yang membidangi keuangan.
  • Saat ini perhitungan PPnBM berdasarkan kapasitas mesin, pengelompokkan kendaraan penumpang berdarakan sistem penggerak (4x2 dan 4x4 dan jumlah penumpan sedan <20 dan 10 – 15)
  • Terdapat insentif untuk Program KBH2 (Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau) sesuai ketentuan dari Kemenperin.
  • Usulan perubahan utama adalah; penghitungan PPnBM berdasarkan konsumsi bahan bakar dan emisi CO2, pengelompokkan kendaraan penumpang tidak membedakan sistem penggerak, namun hanya berdasarkan jumlah penumpang (<10, > 10 orang), dan terdapat insentif untuk Program rendah emisi karbon (Low Carbon Emission Vehicles, LCEW) yang terdiri atas KBH2, Hybrid, Flexy engine dan Kendaraan listrik.
  • Kontribusi Indsutri Alat Angkutan memiliki kontribusi yang masih rendah terhadap PDB dan potensial untuk meningkatkan ekspor.
  • Montribusi dalam PDB 2018 adalah sebanyak 19,86% Industri Pengolahan, 17,63% Indutri Pengolahan Non Migas, 1,76% Industri Alat Angkutan (Rp 260,9 Triliun)
  • Kontribusi industry alat ngkutan terhadap PDB masih relative rendah.
  • Masih terbuka potensi ekspor kendaraan bermotor.
  • Indonesia perlu medorong industry alat angkutan dengan teknologi yang lebih kompetitif untuk mendiorong pertumbuhan industry dalam negeri dan meningkatkan ekspor.
  • Ekspor dan impor kendaraan bermotor roda 4; secara keseluruhan, kendaraan bermotor orad 4 menyumbang surplus neraca perdagangan,
    untuk CBBU dan Parts, volume ekspor lebih besar dari impor dan terus meningkat, sehingga terdapat potensi untuk meningkatkan ekspor, untuk CKD, volume impor lebih besar daripada ekspor, sehingga terdapat potensi subsitusi impor untuk dalam negeri.
  • Perlu adanya upaya mendorong peningkatan produksi dalam negeri.
  • Untuk mencapai target pada tahun 2035, diperlukan pertumbuhan produksi sekitar 6,63% per tahun, pertumbuhan penjualan sekitar 4,67% dan perumbuhan ekspor 10,75% per tahun.
  • Data 2015 – 2018 menunjukkan pertumbuhan penjualan sebesar 3,24% pertahun dan perumbuhan ekspor sebesar 6,94%. Pada periode high growth 2010-2014, pertumbuhan penjualan 5,89% tahun.
  • Terdapat gap pertumbuhan yang harus ditingkatkan untuk mencapai target.
  • Penjualan kendaraan bermotor dikenakan PPN dan PPnBM.
  • PPnBM dikenakan terhadao barang yang bukan kebutuhan pokok, dikonsumsi masyarakat tertentu, dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi dan atau untuk menunjukkan status (pasal 8 UU PPN).
  • PPN dan PPnBM menyumbang masing-masing 39,6% dan 1,29% dari total penerimaan perpajakan di tahun 2018.
  • Penerimaan PPnBM kendaraan bermotor di tahun 2018 sebesar Rp 15,9 (sekitar 94% ari total penerimaan PPnBM).
  • Pokok perubahan skema PPnBM kendaraan bermotor. Saat ini; kapasitas mesin, diesel 3 kelompok dan gasoline 4 kelompok, sedan dan non sedan, semakin besar cc semakin tinggi tarif pajak, KBH2. Usulan perubahan; konsumsi bahan bakar tingkat emisi CO2, 2 kelompok (< 3000 dan > 3000 cc), tidak membedakan sedan dan non sedan, semakin rendah emisi semakin rendah tarif pajak, KBH2, Hybrid EV, Plug in HEV, Flexy Engine, Electric Vehicle.
  • Jenis-jenis kendaraan yang termasuk program; (1) beberapa jenis kendaraan yang termasuk dalam kategori Low Carbon Emission Vehicle diusulkan untuk diberikan insentif tarif PPnBM lebih rendah apabila mengikuti program, dan (2) insentif diberikan dengan kriteria tertentu.
  • Instrument fiscal dalam rangka mengatur konsumsi, dikenal 2 yaitu PPnBM (barang mewah) dan cukai. Instrument fiscal tidak hanya berbentuk PPn namun juga dalam bentuk cukai.
  • Simulasi skema baru menggunakan data penjualan 2016 – 2017 menunjukkan penerimaan PPnBM lebih tinggi dapat mendorong produksi kendaraan tipe sedan (tarif PPnBM untuk sedan lebih rendah).
  • Penerimaan PPnBM tahun 2016 dengan kendaraan tipe 4x2 yang sudah ada adalah 15,24 Triliun sedangkan skema baru adalah sebesar 21,25 Triliun. Pada tahun 2017 yang sudah ada adalah sebesar 13,3. Triliun dan skema baru adalah sebesar 21,1 Triliun.
  • Penerimaan PPnBM tahun 2016 dengan kendaraan tipe sedan yang sudah ada adalah sebesar 1,82 Triliun dengan skema baru sebesar 1,12 triliun. Sedangkan tahun 2017, yang sudah ada sebesar 0,99 triliun sedangkan skema baru adalah sebesar 0,59 triliun.
  • Dengan demikian, itulah usulan perubahan PPnBM kendaraan bermotr untuk memenuhi amanat penjelasan pasal 8 ayat 3 UU No. 42 tahun 2009.

Menteri Perindustrian:

  • Kinerja sektor industry kendaraan bermotor tahun 2018.
  • Kinerja KBM R4 dengan Unit produksi 1,3 juta dengan nilai 13.762 juta USD.
  • Ekspor Dunia sebanyak 346 ribu unit dan dengan nilai 4.784 juta USD.
  • Ekspor ASEAN sebanyak 297 ribu unit dan dengan nilai sebesar 2.326 juta USD.
  • Impor Dunia sebanyak 198 ribu unit dan dengan nilai sebesar 3.413 juta USD.
  • Impor ASEAN sebanyak 40 ribu unit dan dengan nilai sebesar 680,8 juta USD.
  • Kontribusi sebesar pada pembentukan PDB sektor Industri pengolahan non migas diberikan oleh cabang Industri Makanan dan Minuman sebesar 35,46% oleh Industri Alat Angkut sebesar 9.98%. industry Barang Logam sebesar 9,85% dan Industri Kimia Farmasi dan Obat Tradisional sebesar
    9,16%.
  • Perbandingan industry otomotif Indonesia – Thailand. Kinerja Industri Otomotif Thailan 2018 Impor dari Indonesia sebesar 16. 985 unit sedangkan Impor dari Thailand adalah 39.000 unit.
  • Dengan produksi Thailand sebesar 2.167.694 unit sedangkan Indonesia sebesar 1.343.714 unit. sedangkan Ekspor Thailan sebanyak 1.140.640 unit dan Indonesia sebesar 346.000 unit.
  • Persentase ekspor Thailand mencapai 53% dibandingkan dengan jumlah produksinya. Sedangkan Indonesia hanya 26% Produksi Thailand berorientasi ekspor.
  • Secara unit, pada tahun 2018 jumlah kendaraan bermotor yang diekspor Indonesia ke Thailand sebesar 44% lebih sedikit dibandingkan dengan impor dari Thailand.
  • Thailand telah memiliki FTA dengan Australia (2005), New Zealand (2009), India (2006), Japan (2007), Peru (2011), dan Chile (2013), sedangkan Indonesia telah meiiliki FTA dengan Jepang (2008), Pakistan (2013), hile (2018), dan EFTA (2018).
  • Peluang padar industry otomotif di Australia terkait IACEPA. IACEPA – akses pasar produk industry, (-) Australia mengeliminasi semua pos tarifnya (6.474 pos tarif) menjadi 0% dan (-) otomotif merupakan produk yang berpotensi untuk ditingkatkan ekspornya.
  • Highlight Industri Otomotif Australia; (1) Australia tidak memiliki industry otomotif dalam negeri, (2) dengan ACEPA, maka Indonesia mendapatkan eliminasi tarif 0% sehingga dapat kompetitif dengan pesaingnya di ASEAN yaitu Malaysia dan Thailand yang juga telah mendapatkan tarif preferensi 0%, (3) kendaraan jenis hybrid dan elektrik yang dirakit di Indonesia (terlepas nilai kandungan local dan asal bahan bakunya) maka jenis kendaraan tersebut brehak mendapatkan skema tarif preferensi 0%.
  • Jenis kendaraan yang memenuhi permintaan papar Australia adalah medium/high SUV -> saat ini Indoensia masih memproduksi jenis MPV (tidak sesuai dengan permintaan Australia).
  • Skema harmonisasi diharapkan bisa mengubah kendaraan produksi dalam negeri menjadi rendah emisi: peningkatan investasi.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan